MENDENGAR kata punk, asosiasi bisa mengembara ke mana-mana. Punk sebagai aliran musik dengan ketukan cepat sebagai hasil gebukan snare drum yang rapat, serta distorsi menggila. Ideologi kemandirian yang kemudian merambah ke berbagai bidang. Hingga simbol-simbol perlawanan yang justru muncul dari sejarah punk sebagai subkultur.
Kendati demikian, ada satu ciri yang tak mungkin bisa dilepaskan. Ketika nama punk disebutkan, pikiran pasti tertuju pada rambut Mohawk ala suku Indian, dan detail fashion yang menyertai. Atau, potongan ala feathercut yang diwarnai dengan warna-warna terang, sepatu boots, rantai, dan spike (gelang atau aksesori berjeruji), patches (tambalan), jaket kulit, celana jeans ketat dengan warna luntur, serta mengenakan baju lusuh.
Tak sulit menemukan orang dengan identitas seperti ini di Bandung. Terlebih lagi saat ini, ketika punk tak hanya bertemu secara komunal di satu tempat. Adapun titik yang disebut-sebut memiliki basis anak punk yang dominan, terdapat di Ujungberung, Dewi Sartika, Cimahi, Sarijadi, Lembang, dan lain-lain.
Berawal dari musik
Punk mulai merambah Bandung sekitar tahun 1984. Saat itu, baru segelintir orang yang menjadi penikmat musik punk. Dengan media terbatas, punkers hanya bisa mendapatkan pasokan dari majalah dan kaset. Anak-anak punk masa itu biasanya berkumpul di tempat yang mereka sebut PI, (ada yang menyebutkan istilah ini sebagai Pasar Induk, sebutan untuk mal pertama di Bandung. Ada juga yang menyingkat dari Plasa Indah) yang berlokasi di belakang mal Bandung Indah Plaza (BIP).
Di kemudian hari, tepatnya 1996, intensitas perkumpulan yang cukup tinggi membuat beberapa dari mereka mendirikan Riotic Records, label yang mewadahi scene bermusik punk rock. Setahun kemudian, label recording merambah ke distro.
Salah satu pendiri Riotic, Dadan "Ketu" Ruskandar menyebutkan, tahun 1989 merupakan tonggak awal dimulainya acara gigs punk rock di Bandung. "Acaranya saya lupa, tetapi waktu itu ngadainnya di SE, anak-anak yang ngadain ngidolain Sex Pistols," ucap Ketu saat ditemui di tokonya, Jln. Sumbawa 61 Bandung, Senin (13/4) malam.
Baru pada rentang waktu antara 1990-1994, komunitas punk sedikit demi sedikit mulai terbentuk, bersamaan dengan maraknya permainan skateboard di Taman Lalu Lintas Bandung. Namun, rentang waktu 1994-1999, disebut Ketu sebagai masa keemasan punk. Saat itu, punk sebagai percabangan dari scene underground, banyak digilai anak muda Bandung.
"Nah 1999, mulai hancur deh, gara-gara krismon," ujar Ketu, yang pada 1999 membuat satu beraliran punk rock, Kontaminasi Kapitalis . Hal tersebut disebabkan melonjaknya harga sehingga menghalangi mereka untuk melakukan korespondensi dengan punkers luar negeri. Padahal dalam dekade itu, sulit untuk memenuhi kebutuhan terhadap fashion punk. Untuk mencari spike saja, misalnya, harus menunggu kiriman dari luar negeri.
"Do it yourself!"
Bicara tentang filosofi punk, rasanya tak bisa dilepaskan dari hal yang satu ini, "DIY" (kependekan dari do it yourself, artinya semua hal dikerjakan sendiri). Semangat yang dianut tersebut tak lepas dari sejarah punk yang diadopsi dan juga menyangkut ideologi sosial dan politik.
Mulanya, punk tumbuh subur pada pertengahan dekade 1970-an di Inggris, akibat ketidakpuasan kelas pekerja terhadap sistem negara yang membelenggu. Sistem kerajaan yang dianut, membuat jurang hierarki yang besar antarmasing-masing kelas.
Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana, namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Situasi ekonomi dan politik membuat kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers).
Nama grup band Sex Pistols kemudian tak bisa dilepaskan dari sejarah pertumbuhan ideologi punk. Pada 1977, mereka merilis single "God Save The Queen", yang isinya menggegerkan kerajaan dan mayoritas masyarakat masa itu. Simak saja lirik dari single tersebut yang awalnya berjudul "No Future" ini. God save the queen/ She ain`t no human being/ And there`s no future/ In England`s dreaming//
Begitulah, punk kemudian menjadi salah satu pelampiasan terhadap rasa frustasi, kemarahan, dan kejenuhan berdamai dengan negara. Tak ada nada-nada rock dengan kualitas tinggi, atau melodi menyayat untuk mencerminkan suasana hati. Akibatnya, punk banyak dicap sebagai musik dan rock beraliran kiri sehingga perkembangannya terasa dibelenggu arus mainstream.
Keadaan tersebut justru membuat gerakan punk yang semakin masif, tumbuh menjadi budaya tandingan (counter culture) dari musik rock `n roll yang sedang mapan. Tak ada jalan lain, kecuali menumbuhkan kemandirian dan melakukan semuanya sendiri. "DIY jadi budaya dalam punk, walaupun memang perkembangannya jadi semakin melebar," ucap Ucay, vokalis Rocket Rockers yang sudah mengamati punk sejak dekade 1990-an.
DIY yang dimaksud, berkembang menjadi semangat independen. Lewat spirit tersebut, berbagai pergerakan mulai dilakukan. Seperti dalam hal ekonomi (mendirikan distro, recording, dan indie label), dan dalam hal pemikiran. Berangkat dari nihilisme, mayoritas punkers mulai menemukan filosofi punk.
"Kalau tahun 1996 ke bawah mah memang anak-anak dipersatukan karena musik, ya kalau ngumpul kayak gimana sih, paling nongkrong-nongkrong ala Indonesia lah, lebih banyakan yang enggak ada gunanya. Berangkat dari nihilisme itu, sekitar tahun 1999 anak-anak mulai pada pinter, mereka mulai baca buku-buku tentang filosofi punk, jadi punya basic pengetahuan yang lumayan tentang punk," kata Ucay, yang bersama teman-temannya dalam Rocket Rockers pernah masuk dalam film sejarah punk sedunia, "Punk`s Not Dead The Movie", 2006 lalu.
Tak hanya itu, penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial, bahkan agama.
"Kalau ngomong pendirian tentang punk, wah itu paling susah, gue aja misalnya punya satu pendirian, tetapi setelah sepuluh tahun kemudian bisa berubah, malah bisa bertentangan. Sama aja kayak karena kebanyakan kiri, jadi ada yang malah mau ke kanan. Ya sekarang mah ambil rootsnya punk aja, be yourself aja," ujar Ucay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar