Sabtu, 02 Mei 2009

Grinding Punk Corp.


Sejak awal kemunculannya awal tahun 1990an, punk di Bandung disemarakkan oleh band-band yang
identik dengan Sex Pistols, Ramones, dan Exploited. Kemunculan band-band ini seiring dengan makin
maraknya simbol-simbol punk yang diadopsi para punker Bandung . Lambang-lambang seperti huruf ‘A’ atau ‘NRQ’
yang merupakan simbol dari ideologi ‘anarchy’, atau tulisan ‘chaos’ tampak mendominasi seluruh atribut punk, mulai dari jaket kulit berspike, jins ketat dan boots, hingga rajah di seluruh badan. Semarak ini semakin dibuaskan oleh pemberitaan media yang selalau menganggap musik punk sebagai musik kesetaraan. Musik for you and me, di mana semua
orang harus dapat menyanyikannya bersama-sama dan karenanya, musik punk rata-rata dikemas sangat sederhana. Tiga atau empat jurus, beres. Stereotip inilah yang kemduian berkembang pesat secara musikal. Yang lolos dari pemberitaan media mengenai punk adalah satu : tak digalinya konsep ‘chaos’ dan ‘anarchy’ itu sendiri yang seharusnya menjadi state of mind para punker. Melalui Grinding Punk Corporation, Butchex dkk mencoba mendobrak paradigma itu.

Adalah Butchex The Cruels yang baru saja memecat seluruh personilnya tahun 2000an ketika ia datang ke Studio Pieces dan mengadukan kekecewaaannya kepada Dani Jasad. Butchex melihat pola berpikir semua punker Bandung telah terbentuk oleh pemberitaan media massa yang cenderung status quo. Bahwa musik punk itu haus gini, yang gini loh yang musik punk, yang sederhana, tak lebih dari tiga atau empat jurus hingga orang-orang dapat dengan mudah memainkannya,
kord-kord dan riff-riffnya juga tak njelimet hingga tak butuh energi banyak dalam menciptakan lagu dan memainkannya. Asal pesan dalam lirik sudah terpenuhi maka sudahlah, beres. Mindset itulah yang diciptakan media mengenai punk dan segera menjadi stereotip. Yang lalu cenderung dilupakan punker adalah esendi ideologi punk itu sendiri : ‘chaos’ dan ‘anarchy’.

Bagi Butchex, ‘chaos’ dan ‘anarchy’ adalah sebuah kondisi tanpa aturan, di mana tak ada satupun bisa menguasai dan mengatur hidup individu. Individu berbebas berkehendak tanpa harus ada aturan-aturan yang mengekang hasrat mereka, apalagi dalam bermusik. Hasrat bermusik Butchex adalah memainkan musik ekstrim sekencang-kencangnya dan mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya melalui The Cruels. Kekecewaan Butchex berlipat-lipat ketika tak ada satu punker pun yang bisa mengejar hasrat musik yang Butchex impikan, juga ketika mereka lalu menggugat, “Naha punk teh kieu Butch? Jiga grindcore ieu mah?”
Hingga saat itu yang selalu Butceh inginkan adalah menjawab dengan teriakan, “Punk mah kumaha aing atuh, an***g! Bebaskeun!”
Namun yang lebih ia inginkan adalah membentuk sebuah band, bukan menjawab pertanyaan konyol itu. Dan kekecewaannya semakin berlipat ketika menerima kenyataan para punker yang ia temui tak bisa mengejar kekencangan musik ekstrim yang ia impikan.

Tidak ada komentar: