Rabu, 11 November 2009

Lyric PUNK ROCK JALANAN

Sungguh ku menyesal telah mengenal dia
dan aku kecewa telah menyayanginya
dan aku ta akan mengulang keduakalinya
kusimpan rindu di hati cerita sahabatku
berawal dari kita bertemu
kau akan ku jaga nanti
ku ingin engkau mengerti betapa engkau kucinta
hanya padamu aku bersumpah
kau akan kujaga sampai mati

reff :
kuingin tau siapa namamu
dan kuingin tau dimana rumahmu
walau sampai akhir hayat ini
jalan hidup kita berbeda
aku hanyalah PUNK ROCK JALANAN
yang tak punya harta berlimpah
tuk dirimu sayang

kutunggu kau kutunggu
kunanti kau kunanti
walau sampai akhir hayat ini (2x)

kukira kau setia padaku
ternyata keu menduakanku
namun hatiku tak menduga
cukup sudah kini kualami
perjalanan cinta selama dulu
kukira kau setia padaku
ternyata kau menduakanku

dulu kau berjanji akan sehidup semati (itu GOMBAL)
dan aku kecewa telah menyayanginya
dan aku ta akan mengulang keduakalinya

kusimpan rindu di hati cerita sahabatku
berawal dari kita bertemu
kau akan ku jaga.......
ku ingin engkau mengerti betapa engkau kucinta
hanya padamu aku bersumpah
kau akan kujaga selamanya

Reff 2:
kuingin tau kumenyayangimu
kuingin tau kumenyayangimu
walau sampai akhir hayat ini
jalan hidup kita berbeda
aku hanyalah PUNK ROCK JALANAN
yang tak punya mobil mewah
tuk dirimu sayang


kutunggu kau kutunggu
kunanti kau kunanti
walau sampai akhir hayat ini (2x)



Selasa, 13 Oktober 2009

Dago,Bandung Penuh Anak Punk

Sebuah komunitas di bandung, banyak berkumpul di daerah dago bandung,,,,,,,
komunitas ini hampir menguasai setiap sudut di daerah dago,,,,
dengan berbagai dandanan dan hiasan,,,,
mereka bergaya bermacam-macam, dari model rambut, pakaian, dan pierching yang mereka gunakan,,,,,
mereka berasal dari berbagai daerah, dan berkumpul bersama di daerah dago,,,,,,

dan juga apa yang dilakukan anak2 punk di dago bermacam-macam,,,,
mulai dari nongkrong2 biasa, adapun yang ngamen,,,,,,,

dan kegiatan punk ini dilakukan rutin setiap malam minggu,,,,,

Rabu, 13 Mei 2009

Aliran Punk

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”..

“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.
Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” banyak yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.

Punk

menarik ttg punk... klo ditilik sebenarnya punk itu bukan satu genre musik melainkan genre fashion berawal dari salah satu butik diinggris yg namanya yah sex n pistols dimana ada satu pramuniaga yg namanya sid vicious itu... utk detilnya ane lupa nih bro... singkatnya utk membuat satu trend tersendiri akhirnya pemilik butik ini membuat satu band yg namanya sex pistols nah si sid itulah yg jadi ikonnya walaupun sbenarnya dia hingga ajal menjemputnya gak bisa maen bass beneran kan...

dr situlah muncul satu genre musik baru yg di identikan dgn pemberontakan ato anti thp suatu hal yg jadi mainstream.. klo nt perhatiin di era itu (70-80an) di Inggris sedang terjadi yg namanya sindrom kepatuhan terhadap sopan santun ala monarki Inggris ya dr cara tutur kata, cara berpakaian smpe cara bersikap everythings definetely manner, liat aja the beatles yg muncul di era sblum itu pun walaupun telah bertingkah laku rock star tp coba liat dandanannya msh mainstream bgt kan...

nah akhirnya punk dgn sex pistolsnya mulai menancapkan diri sbg generasi baru inggris yg anti kemapanan alias anti thd sgala sindrom monarki inggris dgn ikon style yg tidak biasa dan rambut yg jegrak2 gak beraturan..

setelah itu punk mulai ngerambah ke dataran eropa lainnya seperti jerman yang bertepatan dgn masuknya paham neo nazi dalam generasi muda jerman shg dipakilah musik punk di jerman sbg musik pembawa pesan rasisme ala neo nazi.. kelompok ini biasa disebut skin head yang paduan musiknya berasal dr musik2 kaum putih banget spt punk dgn racikan nada2 countrynya amerika... pala botak pun menjadi simbol pergerakannya ada yg percaya bahwa kepala botak plontos ini menjadi simbolisasi bahwa semua yg berwarna hitam ato non putih lainnya hrs dibinasakan dr muka bumi dan bahkan ada yg beranggapan klo tuhan melihat bumi dr atas langit maka sharusnya bumi ini terlihat berwarna putih shg mereka semua membotaki kepalanya (klo ada rambutnya kan kliatan item tuh dr atas)

itu di jerman lain lagi di amerika.. punk yg memang pada kala itu menjadi simbolisasi perjuangan dan pemberontakan masuk ke amerika pun bertepatan dengan mulai beralih orientasinya para anak muda amerika yang awalnya benci terhadap kaum indian menjadi simpati shg memunculkan satu gerakan yg salah satu sebutannya red skin movement makanya punk di amerika inilah yg menjadi inisiator dr gaya rambut mohawk...

tentang gaya-gaya rambut itu pun menyimpan cerita tersendiri klo tadi kita lihat dr sudut pandang historynya terkait kondisi sosio politik masyarakatnya nah skg coba kita tilik dr sisi fashionnya krn sejatinya memang punk itu berawal dr fashion...

contohnya waktu dimulainya trend rambut yg jegrak2 model anak2 punk jaman skg ini itu katanya diawali karena melihat rambut mohawk tuh akhirnya menjadi satu ciri kemapanan tersendiri karena bentuknya yg sejajar diatasnya akhirnya menyimbolkan satu pola kerapihan yang dimana kerapihan itu selalu didampingkan dengan nuansa kemapanan shg muncullah style rambut jegrak jegrik gitu..

nah klo smpe generasi skg yg kaya emo ato yg lain2nya ane jg kurang tau detil tp sepertinya hal itu emang bagian dari design industri sih makanya harus cakeplah harus style skate lagh dsb...

tp tulisan ane diatas pun sejujurnya ane tidak bisa pertanggungjawabkan secara ilmiah krn itu cuman berdasarkan hasil bengang bengong ane aja ma baca2 buku sejarah deh...

intinya apapun alasan dibalik lahirnya satu genre musik tiap genre tetap memiliki soul dan menjadi satu bahasa universal pada eranya...

PENGARUH KOMUNITAS PUNK TERHADAP PERILAKU REMAJA INDONESIA

Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan. Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.

Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.

Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.

Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:

1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.

Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.

Selasa, 05 Mei 2009

Berawal Dari Nongkrong Jadi Recording Label


Record Label ini bisa dibilang label record Indie pertama di Bandung. Di tempat ini lah, Burgerkill merilis album perdananya di tahun 2000 dengan tajuk "Dua Sisi". Album ini sukses mencetak penjualan sebanyak 5 ribu copy.

Riotic records, tercatat sebagai tempat yang menelurkan banyak band-band beraliran punkrock, hardcore yang cukup ternama. Tak hanya Burgerkill, juga band lain seperti Authority atau Turtle Jr.

Padahal berawal dari nongkrong. Itulah cerita awal berdirinya Riotic yang dituturkan empunya Riotic Dadan. "Awalnya cuma nongkrong nggak jelas," ungkap pria dengan sapaan akrab Dadan Ketu ini.

Mereka adalah komunitas anak muda penggemar musik-musik bawah tanah yang datang dari berbagai penjuru Kota Bandung termasuk Cimahi.

Komunitas tersebut rata-rata meiliki band sendiri namun tidak memiliki tempat untuk menyalurkan keinginan bermusik mereka. Dari sanalah dibuat even-even yang sifatnya indie.

Sebelum menjadi nama Riotic, Event organizer dengan nama Hijau Entertainmen pun membuat even-even musik di Bandung. Dadan menuturkan antara tahun 96-97 hampir setiap minggu ada even musik di Lapangan Saparua.

Maka utuk mendokumentasikan karya musik band-band Indie tersebut dibentuklah recording label dengan nama Riotic Records.

Terobosan yang cukup fenomenal ketika Riotic merilis album kompilasi punk rock pertama di Indonesia dengan sederetan nama band-band ternama seperti Turtlr Jr. atau Keparat. Album ini pun berhasil dijual sebanyak 2 ribu copy.

Sampai saat ini Riotic sudah merilis album 18 band berlairan punk rock dan hardcore.

Namun diakui Dadan saat ini bisnis kaset lesu tapi di sisi lain Industri Clothing kian meraja. Aktivitas Riotic pun menurun. Jika dulu dalam setahun bisa merilis 1 sampai dua album, tapi selama dua tahun terakhir ini Riotic belum merilis lagi album.

Biaya recording yang lebih mahal serta perkembangan teknologi yang lebih memudahkan akses musik menjadi alasannya. "Band-band juga sekarang ada yang membagi sampling secara gratis atau kemudahan mendowload musik dari website mereka," jelasnya.

Pengelola Riotic pun mengerucut. Menurut Dadan, dari semula sembilan orang kini tinggal dirinya. Hal itu tak membuat semangat Dadan surut. Tetap tidak terlepas dari musik. Mengutip kata-kata Dadan 'Lihat situasi saja. Biar berjalan apa adanya'.

Riotic pun bergerak di distro yang khusus menyediakan merchandise musik. Melalui studio dan distronya ini, aktivitas Riotic masih terus berjalan di markas besarnya di Jalan Sumbawa. Seperti bagaimana awalnya Riotic berdiri. Tempat ini kini jadi tempat tongkrongan komunitas pecinta musik underground. Dari nongkrong kembali ke nongkrong

Clothing dari Lampu Merah


Clothing ini konon yang pertama kali menjejakan kaki di Parahyangan Plaza pada tahun 1997. Tahun 1998 mereka sudah bisa melebarkan sayap ke luar Kota Bandung.

Awalnya kumpulan komunitas musik berbagai aliran yang hobi bermarkas di lampu merah. Maka mereka menamakan komunitasnya Prapatan rebel. Prapatan berarti persimpangan jalan, sedangkan rebel diartikan pemberontakan.

"Awalnya komunitas musik, anak jalanan, berandalan yang banyak waktu dan nggak ada kerjaan," papar Imam Mulyadi (30) yang akrab disapa Adi, pengelola Prapatan Rebel.

Komunitas ini sering melakukan kunjungan ke komunitas lampu merah di berbagai daerah di Indonesia. Tapi Adi mengaku pertemuan-pertemuan tersebut dilakukan untuk sharing, bukan untuk ngamen di jalanan.

Usaha Prapatan Rebel sendiri awalnya dari emperan. Sebelumnya produk yang dijual adalah kaset underground. Kaset-kaset tersebut dijual dengan cara disebarkan ke pedagang kaki lima di sepanjang Jalan Dewi Sartika. Selepas itu ide membuat clothing pun muncul dengan modal usaha awal Rp 100 ribu.

Sekarang, Prapatan Rebel berubah menjadi distro dengan beragam merek clothing dan merchandise dari band-band indie khususnya musik underground termasuk brand Prapatan Rebel sendiri.

Adi menyatakan konsep Prapatan Rebel tidak mengarah pada fashion, beda halnya dengan clothing yang cenderung menonjolkan sisi fashion. "Konsep desain Prapatan Rebel tidak ke arah fashion, tidak umum dan cenderung ekstrim. Misalnya tulisan dalam bentuk protes pada pemerintah" papar Adi. Meski begitu, Adi membantah disebut underground ekstrim.

Harga produk-produk underground pun dinilai Adi lebih murah daripada clothing yang mengarah pada fashion. Seperti di Prapatan Rebel untuk harga kaosnya dari mulai Rp 35 ribu-Rp 60 ribu.

Prapatan Rebel pun tak hanya membuka bisnis distro saja, tapi juga ikut menggarap album-album band-band underground. Sampai saat ini, Adi mengaku dirinya sudah membantu penggarapan 30 album. Diawali dengan album kompilasi berjudul Degradasi Moral yang berisi musik-musik band beraliran punk rock. Di samping itu sering menggelar pagelaran-pagelaran musik underground.

Anak Punk di Bandung Pun Bermain Bambu

Bukan saja pulau Bali yang dinilai inovatif dalam mengolah musik bambu yang dipadankan dengan Dj. Di Bandung, dari mulai pengamen dan anak punk pun berbambu ria.

"Fenomena di Bandung, anak-anak punk mulai memainkan musik calung yang dinamakan punklung," jelas Festival Director Bambu Nusantara 2, World Music Festival, Wawan Juanda, di Gedung IKA Unpad, Kamis (11/9/2008).

Artinya, tambah Wawan, musik bambu bisa dimainkan anak-anak punk yang biasanya bermain musik underground. Selain itu, Wawan menuturkan angklung di Bandung selama ini dipopulerkan lewat sekolah-sekolah dari mulai SMP sampai dengan perguruan tinggi.

"Angklung paling banyak berkembang di Bandung. Ini karena dimaintance melalui sekolah-sekolah," ujar Wawan.

Event Bambu Nusantara 2, World Music Festival, merupakan event kedua. Dalam event kali ini beragam musisi yang bergelut dengan bambu akan mewarnai. Dari mulai Punklung sampai dengan Balawan yang berkolaborasi dengan Jegog. Event berlangsung 2 hari di tanggal 11-12 Oktober depan di Sasana Budaya Ganesa, Bandung.

Senin, 04 Mei 2009

"Punk" Antara Gaya Hidup dan Ideologi


MENDENGAR kata punk, asosiasi bisa mengembara ke mana-mana. Punk sebagai aliran musik dengan ketukan cepat sebagai hasil gebukan snare drum yang rapat, serta distorsi menggila. Ideologi kemandirian yang kemudian merambah ke berbagai bidang. Hingga simbol-simbol perlawanan yang justru muncul dari sejarah punk sebagai subkultur.

Kendati demikian, ada satu ciri yang tak mungkin bisa dilepaskan. Ketika nama punk disebutkan, pikiran pasti tertuju pada rambut Mohawk ala suku Indian, dan detail fashion yang menyertai. Atau, potongan ala feathercut yang diwarnai dengan warna-warna terang, sepatu boots, rantai, dan spike (gelang atau aksesori berjeruji), patches (tambalan), jaket kulit, celana jeans ketat dengan warna luntur, serta mengenakan baju lusuh.

Tak sulit menemukan orang dengan identitas seperti ini di Bandung. Terlebih lagi saat ini, ketika punk tak hanya bertemu secara komunal di satu tempat. Adapun titik yang disebut-sebut memiliki basis anak punk yang dominan, terdapat di Ujungberung, Dewi Sartika, Cimahi, Sarijadi, Lembang, dan lain-lain.

Berawal dari musik

Punk mulai merambah Bandung sekitar tahun 1984. Saat itu, baru segelintir orang yang menjadi penikmat musik punk. Dengan media terbatas, punkers hanya bisa mendapatkan pasokan dari majalah dan kaset. Anak-anak punk masa itu biasanya berkumpul di tempat yang mereka sebut PI, (ada yang menyebutkan istilah ini sebagai Pasar Induk, sebutan untuk mal pertama di Bandung. Ada juga yang menyingkat dari Plasa Indah) yang berlokasi di belakang mal Bandung Indah Plaza (BIP).

Di kemudian hari, tepatnya 1996, intensitas perkumpulan yang cukup tinggi membuat beberapa dari mereka mendirikan Riotic Records, label yang mewadahi scene bermusik punk rock. Setahun kemudian, label recording merambah ke distro.

Salah satu pendiri Riotic, Dadan "Ketu" Ruskandar menyebutkan, tahun 1989 merupakan tonggak awal dimulainya acara gigs punk rock di Bandung. "Acaranya saya lupa, tetapi waktu itu ngadainnya di SE, anak-anak yang ngadain ngidolain Sex Pistols," ucap Ketu saat ditemui di tokonya, Jln. Sumbawa 61 Bandung, Senin (13/4) malam.

Baru pada rentang waktu antara 1990-1994, komunitas punk sedikit demi sedikit mulai terbentuk, bersamaan dengan maraknya permainan skateboard di Taman Lalu Lintas Bandung. Namun, rentang waktu 1994-1999, disebut Ketu sebagai masa keemasan punk. Saat itu, punk sebagai percabangan dari scene underground, banyak digilai anak muda Bandung.

"Nah 1999, mulai hancur deh, gara-gara krismon," ujar Ketu, yang pada 1999 membuat satu beraliran punk rock, Kontaminasi Kapitalis . Hal tersebut disebabkan melonjaknya harga sehingga menghalangi mereka untuk melakukan korespondensi dengan punkers luar negeri. Padahal dalam dekade itu, sulit untuk memenuhi kebutuhan terhadap fashion punk. Untuk mencari spike saja, misalnya, harus menunggu kiriman dari luar negeri.

"Do it yourself!"

Bicara tentang filosofi punk, rasanya tak bisa dilepaskan dari hal yang satu ini, "DIY" (kependekan dari do it yourself, artinya semua hal dikerjakan sendiri). Semangat yang dianut tersebut tak lepas dari sejarah punk yang diadopsi dan juga menyangkut ideologi sosial dan politik.

Mulanya, punk tumbuh subur pada pertengahan dekade 1970-an di Inggris, akibat ketidakpuasan kelas pekerja terhadap sistem negara yang membelenggu. Sistem kerajaan yang dianut, membuat jurang hierarki yang besar antarmasing-masing kelas.

Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana, namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Situasi ekonomi dan politik membuat kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers).

Nama grup band Sex Pistols kemudian tak bisa dilepaskan dari sejarah pertumbuhan ideologi punk. Pada 1977, mereka merilis single "God Save The Queen", yang isinya menggegerkan kerajaan dan mayoritas masyarakat masa itu. Simak saja lirik dari single tersebut yang awalnya berjudul "No Future" ini. God save the queen/ She ain`t no human being/ And there`s no future/ In England`s dreaming//

Begitulah, punk kemudian menjadi salah satu pelampiasan terhadap rasa frustasi, kemarahan, dan kejenuhan berdamai dengan negara. Tak ada nada-nada rock dengan kualitas tinggi, atau melodi menyayat untuk mencerminkan suasana hati. Akibatnya, punk banyak dicap sebagai musik dan rock beraliran kiri sehingga perkembangannya terasa dibelenggu arus mainstream.

Keadaan tersebut justru membuat gerakan punk yang semakin masif, tumbuh menjadi budaya tandingan (counter culture) dari musik rock `n roll yang sedang mapan. Tak ada jalan lain, kecuali menumbuhkan kemandirian dan melakukan semuanya sendiri. "DIY jadi budaya dalam punk, walaupun memang perkembangannya jadi semakin melebar," ucap Ucay, vokalis Rocket Rockers yang sudah mengamati punk sejak dekade 1990-an.

DIY yang dimaksud, berkembang menjadi semangat independen. Lewat spirit tersebut, berbagai pergerakan mulai dilakukan. Seperti dalam hal ekonomi (mendirikan distro, recording, dan indie label), dan dalam hal pemikiran. Berangkat dari nihilisme, mayoritas punkers mulai menemukan filosofi punk.

"Kalau tahun 1996 ke bawah mah memang anak-anak dipersatukan karena musik, ya kalau ngumpul kayak gimana sih, paling nongkrong-nongkrong ala Indonesia lah, lebih banyakan yang enggak ada gunanya. Berangkat dari nihilisme itu, sekitar tahun 1999 anak-anak mulai pada pinter, mereka mulai baca buku-buku tentang filosofi punk, jadi punya basic pengetahuan yang lumayan tentang punk," kata Ucay, yang bersama teman-temannya dalam Rocket Rockers pernah masuk dalam film sejarah punk sedunia, "Punk`s Not Dead The Movie", 2006 lalu.

Tak hanya itu, penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial, bahkan agama.

"Kalau ngomong pendirian tentang punk, wah itu paling susah, gue aja misalnya punya satu pendirian, tetapi setelah sepuluh tahun kemudian bisa berubah, malah bisa bertentangan. Sama aja kayak karena kebanyakan kiri, jadi ada yang malah mau ke kanan. Ya sekarang mah ambil rootsnya punk aja, be yourself aja," ujar Ucay.

Filosofi Punk - Anarkisme


Apa itu Anarkisme serta hubungannya dengan Punk diseluruh penjuru dunia. Kegagalan para politisi dalam “politik jual - beli” meyakinkan sebuah kontra kultur akan ide bahwa kita semua akan jauh lebih baik hidup tanpa vampir-vampir ini. “Semua pemerintahan tidaklah diinginkan dan tidak perlu, tidak ada pelayanan yang dapat disediakan pemerintahan yang tidak dapat disediakan oleh suatu komunitas secara swadaya. Kita tidak perlu disuruh - suruh melakukan sesuatu atau diberitahu bagaimana menghidupi hidup kita apalagi dibebani oleh pajak, aturan, regulasi - regulasi serta tuntutan - tuntutan akan hasil kerja kita” (Profane Existence(PE) #5,Agustus 1990 hal 38,Ayf)

Ketika harus memilih diantara ideologi politik : Punk cenderung Anarkis. Hal ini tidak mengesampingkan fakta masih ada punk yang tidak membaca sejarah dan terus mempromosikan tetap berlanjutnya bentuk-bentuk kapitalisme atau komunisme berjalan dimuka bumi ini. Tetapi dapat dikatakan hampir semua Punk percaya akan prinsip Anarkis untuk sama sekali tidak menggunakan pemerintahan resmi atau pengatur serta menghargai kebebasan dan tanggung jawab individu (siapa yang tidak). Profane Existence(berikutnya ditulis PE) merupakan fanzine Anarkis Punk terbesar di Amerika Serikat yang didalamnya berisi reportase politik maupun musik dari perspektif Anarkis. Isi majalah ini banyak memuat periodikal yang ditujukan bagi pembaca-pembaca yang secara intelektual mulai berkembang menjadi aktivis dan mulai meninggalkan sisi musikal gerakan Punk ke format politik.

Sebelumnya perlu diketahui Scene di Eropa banyak memiliki fanzine-fanzine dan band-band Anarkis karena sejarah punk disana lebih aktif dibandingkan rekan-rekan mereka di Amerika serikat. Para pembuat dan editor-editor fanzine ini terinspirasi oleh gelombang ke 2 Punk di Eropa (1980 - 1984) yang sangat berorientasi politis. Band-band seperti CRASS, CONFLICT dan DISCHARGE di Inggris, THE EX dan BGK di Belanda serta MDC dan DEAD KENNEDY di Amerika Serikat merubah Punk dari berandalan Rock N Roll menjadi para pemberontak yang berfikir. Semangat ini diwariskan sekarang oleh jutaan band-band yang memainkan berbagai ragam spektrum musikal Punk. Los Crudos yang menjerit didepan wajah para penindas dengan lirik-lirik eksplisit bagi kesadaran kelas serta Propagandhi yang menemukan tempatnya dalam irama pop Punk yang gampang disenandungkan, ini semua menghasilkan ribuan anak-anak muda diseluruh dunia dengan bangga menyebut diri mereka “Anarkis” dan mulai secara sehat menunjukkan ketidaksukaan akan rezim- rezim pemerintahan yang ada diseluruh dunia.

“Pada perkembangan awal apa yang disebut peradaban ada segelintir orang yang menyadari jika mereka dapat hidup dengan mudah dan menjadi kaya dengan membuat orang lain bekerja bagi mereka, Orang-orang ini menggunakan tipuan bahkan kekerasan untuk menginstitusi diri mereka sebagai ketua, orang suci, raja atau pendeta. Dengan menggunakan ancaman dan tahayul mereka membuat orang - orang lain patuh, dimana orang-orang ini selalu menjadi subjek dari orang-orang yang menemukan cara tersebut dan kemudian menjadi penguasa- penguasa baru atas nama reformasi yang tidak akan pernah menghasilkan perubahan apa-apa karena tetap mempertahankan adanya pemerintah”(PE des 1989, hal 19, Felix “sejarah singkat Anarkisme oleh Prof. Felix”).

Punk bukan Gothic



Pernah dengar istilah “gothic” (dibaca: gotik)? Kalo kamu lihat video klipnya Marilyn Manson, Evanessence, My Chemical Romance dan ikon kelompok musik rock lain dengan penampilan kayak mereka, itu adalah tampilan gaya gothic. Hitam, gelap dan mencekam.

Akan tetapi, apakah gothic itu? Dalam Encarta Dictionary 2006 DVD, kamu bakal nemuin istilah gothic ini dalam beberapa sisi. Pertama, gothic sebagai gaya arsitektur bangunan yang muncul di abad pertengahan. Gaya ini berkembang di Eropa Barat antara abad ke-12 dan ke-15 yang dicirikan dengan bangunan berbentuk lancip menyerupai mata panah, dinding penopang yang mengambang dan langit-langit yang tinggi dan berbentuk kurva. Biasanya banyak ditemui di gereja-gereja katederal.

Kedua, sebagai gaya seni abad pertengahan. Maksudnya semua seni diidentifikasi atau diusahakan mengadopsi gaya abad pertengahan termasuk didalamnya; gaya musik, lukis, dan pahat yang banyak dilakukan orang pada abad ke-12 dan ke-15.

Ketiga, sesuatu yang disandarkan pada karakter abad pertengahan yang udah disebutkan di atas. Pada pengertian yang ketiga ini, gothic menjadi semacam simbol atau identitas yang disandarkan sama abad pertengahan.

Keempat, istilah untuk menyebut genre fiksi yang menakutkan. Sebuah genre fiksi yang dicirikan dengan kesuraman, kemurungan dan kegelapan. Atau sering juga dengan alur cerita yang aneh atau sesuatu yang luar biasa plot yang memaparkan tentang kesendirian yang mencekam, seperti reruntuhan kastil atau bangunan lainnya. Selintas, penggambaran di film mungkin mirip horor seperti Count Draculla, Van Helsing, The Crow, Frankenstein, de-es-be.

Kelima, segala sesuatu yang berhubungan dengan semua karakteristik di atas, baik bahasa ataupun budaya.

Masalahnya adalah, ketika gothic muncul sebagai sebuah subkebudayaan pada masyarakat modern dan banyak berkembang di usia remaja kayak kamu, yang kemudian banyak muncul adalah bukan dalam bentuk apresiasi sama gaya-gaya arsitektur abad pertengahan yang indah itu, tapi lebih banyak muncul dalam pengertian yang keempat. Gambaran tentang kesuraman, kemurungan, kegelapan, kesendirian dan hal-hal lain yang mencekam. Makanya nggak usah heran kalo kelompok musik yang bergaya gothic ini biasanya lebih banyak mengedepankan suasana-suasana semacam ini. Itu bisa kamu lihat dalam tema-tema lagu, gaya berpakaian, de-es-be.

Supaya lebih jelas, beberapa ciri gaya fesyen gothic antara lain; segala sesuatu yang berwarna hitam atau gelap, aksesoris berbahan perak, wajah yang dimake-up dengan pucat yang melambangkan jiwa yang nggak pernah mati (kayak vampire), rambut yang dicat hitam atau ngejreng banget; pirang, merah, ungu atau warna-warna ngejreng lainnya, make-up yang dominan hitam-putih (dengan dasar putih pucat dengan celak, alis dan lipstick hitam, alis tipis yang dicukur kemudian dilukis, menggunakan fesyen dengan bahan kulit, latex, karet, vinyl atau korset yang ketat, jubah, kalung yang mencekik, simbol ankh (simbol bangsa Mesir yang melambangkan hidup abadi), dan simbol-simbol keabadian lain, salib, rantai (yang digunakan pada sabuk, kalung dan lain-lain, tato, tindik, sepatu berhak tinggi, dan ciri lainnya. Gampangnya, kamu bisa melihat Eric Draven (karakter dalam The Crow)—dengan muka pucat dengan garis vertikal yang memotong mata, lipstick hitam; atau Marlyn Manson dengan penampilan yang hampir sama.

Kalo dilihat dari gaya hidup atau lifestyle, mereka yang menganut aliran gothic, sebagaimana dilaporkan sama www.gothicsubculture.com, sebuah situs yang meneliti dan memperdalam sub-kebudayaan gothic menyebutkan beberapa ciri yang bikin kita kaget.

Pertama, mereka punya kebiasaan menyakiti diri sendiri, kebanyakan dengan cara memotong atau mengiris bagian tubuh mereka sendiri. Tindakan ini bisa disebabkan beberapa faktor, yaitu;

1. Mereka melakukannya untuk menarik perhatian alias caper. Tindakan ini banyak dilakukan sama kalangan remaja dan biasanya dengan menggunakan silet. Tindakan ini mereka lakukan sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian dari kawan-kawannya.

2. Menghindari bunuh diri dengan mengganti rasa sakit fisik untuk rasa sakit lain yang nggak bisa mereka kendalikan. Tindakan ini juga simbol untuk mengingat rasa sakit di masa lalu yang telah dilaluinya. Memotong atau mengiris bagian tubuh sebagai hukuman sama diri sendiri juga termasuk pada ketegori ini.

3. Untuk mengonsentrasikan diri. Salah satu obsesi dan idealisme gerakan gothic adalah hidup abadi. Untuk mengonsentrasikan ini, mereka mencoba bersentuhan dengan kematian yang mereka yakini sebagai pintu menuju kehidupan abadi.

4. Alasan lain yang nggak disebutkan. Biasanya karena coba-coba atau tindakan imitasi.

Kedua, mereka punya ritual khusus yaitu dengan mengalirkan dan meminum darah. Hiiii…!!!

Meski berbeda dengan memotong bagian tubuh, motivasi mengucurkan dan meminum darah bisa sama. Perbedaan utama dari kebiasaan ini adalah bahwa fokus lebih bisa tercapai dengan meminum darah ketimbang memotong tubuh. Dalam sejarah, darah dipandang sebagai simbol paling kuat dalam sastra dan seni, menandakan kehidupan dan kematian sekaligus. Tindakan ini dilakukan dengan beberapa alasan, diantaranya:

1. Meniru vampire. Film dan kebudayaan pop lain pada masa lampau punya banyak cerita tentang vampire. Mereka adalah tokoh yang muncul dalam cerita-cerita tentang iblis dan setan yang takut sama salib, bawang putih dan air suci (dalam ajaran Kristiani). Daya tahan tubuh mereka juga lemah jika terkena sinar matahari. Asumsi ini lama-kelamaan berubah, vampire jadi sesuatu yang indah, abadi, muda, kuat, dan punya kebebasan. Vampire bukan lagi iblis pembunuh, tapi dijadikan simbol “apa yang diinginkan” manusia: ketidaktakutan, keabadian, kekuatan. Dengan keyakinan ini, mereka meniru kebiasaan vampire dengan mengadakan ritual meminum dan mengucurkan darah, yang mereka pahami sebagai tindakan menuju keabadian.

2. Rasa penasaran dan coba-coba. Beberapa dari mereka melakukan tindakan itu cuma pengen nyobain doang gimana rasanya, gimana darah itu memuncrat dan mengalir, kayak gimana, de-es-te.

3. Pengalaman erotis. Seks dipandang sebagai salah satu cara untuk berbagi dengan anggota lain dalam kelompok gothic. Buat sebagian orang, meminum darah bisa jadi merupakan bagian pengalaman berbagi kayak begini. Itulah sebabnya mereka melakukan ritual ini.

4. Fanatisme. Meminum atau mengucurkan darah memang bukan tindakan normal, sebab nggak semua orang melakukan itu. Namun, buat mereka yang fanatik sama kelompoknya, mereka bakal melakukan apapun, termasuk mengucurkan dan meminum darah, selama itu untuk kepentingan kelompoknya.

Semua ini makin menguatkan fakta kalo yang namanya gothic itu identik sama menyakiti diri sendiri. Jadi, nggak heran kalo ada teman kamu atau remaja lain yang “mencontek” gaya hidup semacam ini biasanya suka menyendiri, baik sengaja atau nggak, cenderung menyakiti diri sendiri, bersikap pemberontak, de-es-be.

Nah, tentang hal ini, ada info penting nih! Sebuah penelitian yang dilakukan beberapa peneliti Skotlandia mengungkap fakta kalo remaja yang mengadopsi gaya hidup gothic berpotensi lebih membahayakan diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri. Nah lho! Para peneliti menilai, gaya hidup gothic itu identik dengan pakaian warna gelap dan musik-musik introspektif. Dalam ekspresi musik, hampir mirip sama aliran punk.

“Meskipun nggak banyak remaja yang mengidentifikasi secara langsung sebagai anggota subkebudayaan gothic, angka percobaan bunuh diri dan tindakan-tindakan yang membahayakan diri sendiri dalam kelompok ini sangat tinggi,” begitu kata Robert Young, kepala penelitian yang dilakukan Glasgow University tersebut.

Tim peneliti Skotlandia itu menilai meski gothic adalah subgenre kebudayaan punk, tapi keduanya berbeda. Gothic lebih identik dengan estetika gelap dan kesan berbahaya. Marilyn Manson adalah salah satu figur yang banyak dipuja dan ditiru para penganut subkebudayaan gothic ini. Gaya hidup tersebut banyak menuai kecaman sebab dianggap identik sama kekerasan.

Riset para peneliti Glasgow University ini melibatkan 1.258 orang remaja berusia 11-19 tahun. Mereka ditanya tentang kekerasan terhadap diri sendiri dan keterkaitan mereka dengan berbagai kebudayaan remaja. Di Inggris, angka kekerasan terhadap diri sendiri di kalangan remaja mencapai 7-14%.

Penelitian yang diterbitkan di British Medical Journal itu mengungkapkan bahwa 55% remaja yang punya hubungan sama subkebudayaan gothic melaporkan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Masih ada lagi, sebanyak 47% dari remaja ini juga sempat melakukan percobaan bunuh diri. Walah-walah!

Bahkan, setelah disesuaikan sama faktor-faktor lain kayak penyalahgunaan alkohol dan depresi sebelum mereka menganut gaya hidup gothic, para penganut itu masih memiliki level tinggi upaya kekerasan sama diri sendiri dan percobaan bunuh diri. Artinya, mereka yang mengadopsi budaya kekerasan ala gothic ini biasanya punya masalah kepribadian.

“Kemungkinan penyebabnya adalah mereka meniru tingkah laku ikon atau kelompok gothic. Namun karena penelitian kami mengungkap lebih banyak upaya kekerasan terhadap diri sendiri sebelum, bukan setelah, remaja menjadi gothic, muncul indikasi remaja berkecenderungan membahayakan diri sendiri mudah tersedot kedalam subkebudayaan gothic,” tegas Young.

Intinya, para penganut subkebudayaan gothic biasanya adalah mereka yang punya masalah mental. Hal ini diperkuat sama Michael van Beinum, seorang psikiater remaja dan anak-anak yang punya anggapan bahwa subkebudayaan gothic mungkin menarik bagi remaja yang menderita masalah mental.[]

Minggu, 03 Mei 2009

Awal Mula Punk Bandung


Di Bandung, secara musikal Punk telah dikenal sejak tahun 70an akhir dimana hal ini dibahas dalam majalah remaja Aktuil. Punk juga dibahas dalam majalah Hai pada tahun 80an. Kemudian gaya berpakaiannya juga diadopsi oleh beberapa preman jalannan. Baru di penghujung tahun 80an bermunculan kelompok-kelompok Punk dari kelas menengah karena pada saat itu hanya yang memiliki finansial tinggilah yang dapat mengakses produk dan informasi kultur ini. Jadi pada kesimpulannya, kultur Punk memang hadir di Indonesia tanpa hal-hal yang substansial, ia lahir sebagaimana produk postmodern lainnya, lahir tanpa esensi. Ada banyak hal yang mendorong terjadinya hal-hal ini antara lain karena gap bahasa, gap ekonomi, gap krisis masa muda.
Meskipun akhirnya substansi Punk hadir di Indonesia pada pertengahan tahun 90an melalui akses internet, tak berbeda dengan yang terjadi di negara lain, di Indonesia Punk dianggap sebagai segerombolan remaja biang onar atau sekedar aliran musik keras yang vokalisnya meracau tak jelas. Padahal pada pertengahan tahun 90an, komunita Punk di Indonesia merupakan komunitas Punk dengan jumlah populasi terbesar di dunia.
Penganut kultur punk (Punks) di Indonesia mulai mengadopsi substansi Punk yang termasuk di dalamnya ideologi, etika DIY (Do It Yourself), pandangan politis, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah gaya hidup positif Straigh Edge yang menolak konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan terlarang, dan perilaku seks bebas.










Sabtu, 02 Mei 2009

Grinding Punk Corp.


Sejak awal kemunculannya awal tahun 1990an, punk di Bandung disemarakkan oleh band-band yang
identik dengan Sex Pistols, Ramones, dan Exploited. Kemunculan band-band ini seiring dengan makin
maraknya simbol-simbol punk yang diadopsi para punker Bandung . Lambang-lambang seperti huruf ‘A’ atau ‘NRQ’
yang merupakan simbol dari ideologi ‘anarchy’, atau tulisan ‘chaos’ tampak mendominasi seluruh atribut punk, mulai dari jaket kulit berspike, jins ketat dan boots, hingga rajah di seluruh badan. Semarak ini semakin dibuaskan oleh pemberitaan media yang selalau menganggap musik punk sebagai musik kesetaraan. Musik for you and me, di mana semua
orang harus dapat menyanyikannya bersama-sama dan karenanya, musik punk rata-rata dikemas sangat sederhana. Tiga atau empat jurus, beres. Stereotip inilah yang kemduian berkembang pesat secara musikal. Yang lolos dari pemberitaan media mengenai punk adalah satu : tak digalinya konsep ‘chaos’ dan ‘anarchy’ itu sendiri yang seharusnya menjadi state of mind para punker. Melalui Grinding Punk Corporation, Butchex dkk mencoba mendobrak paradigma itu.

Adalah Butchex The Cruels yang baru saja memecat seluruh personilnya tahun 2000an ketika ia datang ke Studio Pieces dan mengadukan kekecewaaannya kepada Dani Jasad. Butchex melihat pola berpikir semua punker Bandung telah terbentuk oleh pemberitaan media massa yang cenderung status quo. Bahwa musik punk itu haus gini, yang gini loh yang musik punk, yang sederhana, tak lebih dari tiga atau empat jurus hingga orang-orang dapat dengan mudah memainkannya,
kord-kord dan riff-riffnya juga tak njelimet hingga tak butuh energi banyak dalam menciptakan lagu dan memainkannya. Asal pesan dalam lirik sudah terpenuhi maka sudahlah, beres. Mindset itulah yang diciptakan media mengenai punk dan segera menjadi stereotip. Yang lalu cenderung dilupakan punker adalah esendi ideologi punk itu sendiri : ‘chaos’ dan ‘anarchy’.

Bagi Butchex, ‘chaos’ dan ‘anarchy’ adalah sebuah kondisi tanpa aturan, di mana tak ada satupun bisa menguasai dan mengatur hidup individu. Individu berbebas berkehendak tanpa harus ada aturan-aturan yang mengekang hasrat mereka, apalagi dalam bermusik. Hasrat bermusik Butchex adalah memainkan musik ekstrim sekencang-kencangnya dan mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya melalui The Cruels. Kekecewaan Butchex berlipat-lipat ketika tak ada satu punker pun yang bisa mengejar hasrat musik yang Butchex impikan, juga ketika mereka lalu menggugat, “Naha punk teh kieu Butch? Jiga grindcore ieu mah?”
Hingga saat itu yang selalu Butceh inginkan adalah menjawab dengan teriakan, “Punk mah kumaha aing atuh, an***g! Bebaskeun!”
Namun yang lebih ia inginkan adalah membentuk sebuah band, bukan menjawab pertanyaan konyol itu. Dan kekecewaannya semakin berlipat ketika menerima kenyataan para punker yang ia temui tak bisa mengejar kekencangan musik ekstrim yang ia impikan.

Konser Musik Punk di Bandung Telan Korban 11 Tewas

11 orang tewas sia-sia gara2 menyaksikan konser musik aliran punk yang digelar di gedung Asia Afrika Cultural Center Bandung. Penyebab tewasnya para korban ini masih simpang siur. Ada yg bilang tewas terinjak injak tp ada jg yg mengatakan krn minuman yg dibagi bagikan panitia. Namun yg pasti pihak kepolisian sekarang sedang melakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya. Puslabfor juga sudah melakukan identifikasi di lokasi kejadian.

Tragedi ini berawal dari digelarnya konser musik band Beside yg sekaligus meluncurkan album perdananya. Konser ini legal krn memang ada izin dari kepolisian. Nah kabarnya, di tengah2 konser panitia membagikan minuman pada penonton. Minuman itu ditenggarai mengandung sesuai krn setelah minum beberapa penonton jatuh pingsan.

Gara2 ada penonton yg pingsan, polisi menghentikan pertunjukkan itu. Maka penonton yg berjubel di dalam berebut keluar. Di sinilah terjadi saling dorong sehingga ada yg terinjak injak sehingga tewas.

Tapi versi lain menyebutkan, penonton yg ga kebagian tiket memaksa masuk sehingga saling dorong dan terjatuh lalu terinjak-injak. Gak tau mana yg bener..mungkin ada temen2 yg tau bagaimana kejadian persisnya...tolong posting di sini ya...makasih!

Jumat, 01 Mei 2009

Asal Usul dan Ideologi Subkultur Punk

Punk sebagai subkultur diawali dengan resistensi terhadap “ketertiban”. Diakhiri dengan pembentukan gaya yang menyimpang dan terkesan “nyeleneh” sebagai makna penolakan terhadap sistem sosial yang kaku.

Subkultur* dan Gaya
Punk disebagian besar benak khalayak masih terpatenkan dengan imej pengganggu ketertiban. Komunitas marginal perkotaan ini sepertinya tak luput dari celaan dan cemoohan. Dalam kehidupan sosial kaum punk diperlakukan sebagai sebuah ancaman karena dinilai menebar rasa tidak aman dan tidak nyaman.

Tampilan luar yang terlihat ekstrim dengan rambut jambul tegak, pierching di sekitar bibir, hidung, kuping dan pelipis mata. Kemudian mengenakan kaos ketat berlapis jaket kumal, sepatu lancip dan berbagai pernak-pernik lainnya, oleh kelompok mayoritas masih belum bisa dilazimkan. Namun sekilas ini hanyalah tampakan luar dari kaum punk itu sendiri.

Dilain pihak, mereka [kaum punk] mencoba memperingatkan dunia dengan hal-hal beda semacam itu. Mereka mencoba memperlihatkan kepada publik ihwal keberadaannya lewat kebedaan yang bersumber dari diri mereka sendiri. Status dan makna pemberontakan yang mereka bawa dan gaya sebagai bentuk penolakan mereka coba angkat ke permukaan.

Dick Hebdige, penulis, mengambil Jean Genet sebagai salah satu fokus kajian dalam buku ini. Dijelaskan bahwa proses pengeksistensian diri kaum punk diawali dengan “kejahatan” melawan tertib alami. Dengan mereka memelihara rambut berjambul dengan tipe setelan tertentu dan bergaya urak-urakan, mencari skuter atau album rekaman adalah salah satu bentuk sinyal penolakan yang menurut mereka layak dilakukan.

Gaya dalam hal ini sarat dengan arti “melawan segala sesuatu yang alami”, pakem yang mengikat yang menyanggah prinsip kesatuan dan keterpaduan. Jika ditelaah dengan makna lain, dapat dikatakan sebagai bentuk resistensi terhadap sistem yang kaku.

Genet menekankan praktik resistensi ini melalui gaya tersebut. Dan hal-hal seperti ini secara tidak langsung menunjukkan bentuk keterasingan kaum minoritas ini. Makna keterasingan ini dikuatkan lewat ungkapan Genet [hal.39]. Di luar itu bentuk pengasingan seperti ini kemudian memotivasi mereka untuk terus mengekspresikan diri melalui peyelewengan simbolik atas tertib sosial.

Kaum punk membawa gerakan ini dengan terus menarik perhatian masyarakat, memprovokasi dan bertindak untuk tidak hanya “diam”. Tidak ada subkultur yang lebih gigih daripada kaum punk untu memisahkan diri dari format-format yang telah diwajarkan. Dan tidak ada pula yang mengungkapkan ketidaksetujuan layaknya kaum punk. Oleh karenanya subkultur punk merupakan budaya perlawanan yang harus diberi tempat dalam tatanan sosial masyarakat yang mengikat

Sex Pistols

Agustus 1975, Malcolm McLaren, pemilik toko "Sex" berniat untuk merombak tokonya. Dia udah punya konsep terbaru untuk bikin tokonya laku jadi tempat tongkrongan. Selain menjual berbagai macam asesoris punk, dia juga menjual fetish gear dan berbagai macam barang-barang dari kulit asli.
Bersamaan dengan itu, Malcolm juga ingin tokonya jadi pusat tongkrongan anak-anak punk yang lagi menjamur di London. Dia berharap bisa melesatkan tren punk ini lewat "bengkel kebudayaannya". Caranya, ya dia juga jadi pemandu bakat yang nyari band-band punk yang mau diorbitkan.

Kebetulan, dia juga udah punya orang-orangnya. Di sana, udah ada gitaris Steve Jones, bassis Glen Matlock dan drummer Paul Cook yang sedang kerja part-time di Sex. Kebetulan mereka udah direken sebagai pemusik dadakan yang punya masa depan oleh Malcolm. Sekarang tinggal nyari frontman.

Sid Vicious


John Simon Ritchie-Beverrly lahir di London pada 10 Mei 1957

nama asli: John Simon Ritchie-Beverely, lahir di London, Inggris, 10 Mei 1957 – wafat di New York, Amerika Serikat, 2 Februari 1979 pada umur 21 tahun) adalah penyanyi dan basiss punk asal Inggris yang merupakan anggota band Sex Pistols. ibunya adalah anne, tapi Sid kecil lahir tanpa didahului stastus perkawinan sah dari kedua ortunya. Sang ibu, yang punya nama gadis Anne Randall, tertarik dengan seorang lelaki yang bernama John Ritchie sewaktu masih tinggal di London sebelah Tenggara. Pertemuannya ditandai dengan masuknya Anne ke dalam Angkatan Udara Kerajaan Inggris. Mereka tinggal bersama di kawasan Lee Green. Dan dari hubungan itulah Sid lahir. Sayangnya, begitu lahir, John yang harusnya bertanggung jawab malah pergi meninggalkan Anne. Jadi, Sid yang dulu masih dipanggil Simon cuma punya Anne sebagai orang tua yang membesarkanya. Ketika Sid berumur tiga tahun, dia dibawa jalan-jalan sama ibunya ke Ibiza, Spanyol. Ceritanya, Anne pengen keluar dari masalah yang dialaminya di London. Eh, bukannya seneng, Anne malah tambah dililit utang. Akhirnya dia terpaksa pulang dan hidup bersama ibunya. Buat hidup, dia bekerja di sebuah pub jazz.

Sekolah

Sid juga udah mulai masuk SD di Soho Primary School. Tapi toh akhirnya Sid harus berpindah-pindah sekolah gara-gara terus-terusan jadi korban ejekan teman sekolahnya. Nggak heran kalo Sid lebih memilih jadi penyendiri. Sebenernya setelah itu Sid dan ibunya Anne hampir aja bernasib mujur gara-gara Anne diajak kawin sama Chris Beverley, seorang pria mapan asal Oxford yang juga berniat mengadopsi Sid . Eh, begitu Simon mau diadopsi, Chris ini meninggal karena sakit. Anne yang udah ganti nama jadi Anne Beverly pun sendirian lagi. Tapi kali ini kehidupan mereka lebih mapan karena Chris berasal dari keluarga kaya. Simon pun masuk di sekolah swasta yang mahal.

Drop Out

Tapi bersekolah di sekolah orang kaya ternyata malah membentuk jiwa Simon (Sid) jadi pembangkang. Mungkin dia udah muak sama peraturan sekolah itu yang kelewat ketat. Contohnya aja, dia cuek biang ke senior-seniornya kalo dia udah nggak percaya lagi sama yang namanya Tuhan. Udah gitu, di umur 14 tahun dia mulai suka melakukan hal-hal aneh di kamarnya. dia suka banget pake baju perempuan sambil ngaca. "Tapi gue cuma ngelakuinnya sekitar dua bulan. Gak tau kenapa, gue suka eksperimen dengan seks. Gue nggak tertarik dengan straight sex waktu itu," kata Simon. Anne kebingungan menghadapi perubahan sikap Simon. Bayangin aja, keluar masuk sampai lima sekolah dan selalu bayar mahal untuk pendaftarannya. Tau diri, Akhirnya Simon memutuskan untuk men-DO-kan diri dan mulai bekerja serabutan. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai buruh di sebuah pabrik. Tapi nggak lama, Simon pun pengen sekolah lagi. Dia akhirnya nekat ngambil sekolah fotografi di Hackney College of Futher Education. Disinilah dia bertemu dengan John Lydon yang jadi sohib kentalnya bertahun-tahun. Bersamanya, dia terobsesi dengan musik glam rock yang dulu diusung Marc Bolan dan David Bowie. Saking gilanya dengan David Bowie, kamar Simon juga dipenuhi poster Bowie. Karena seneng sama keluarga kecil Simon, John akhirnya memutuskan untuk tinggal di kamar Simon. Mereka berdua sering ngelakuin hal gila kayak bereksperimen dengan dandanan. Simon asik ngecat kukunya dengan pernis yang mengkilat dan jalan-jalan pake sendal. Trus si John sibuk bikin rambutnya jadi kriwil-kriwil jadi gede banget.

Ganti Nama

Karena kelakuan Simon makin gila, Anne dan Simon melakukan "gencatan senjata". Hasilnya, mereka berdua sepakat untuk berpisah sementara. Simon gantian tinggal sama John di belakang stasiun kereta api. Lewat John pulalah Simon berganti nama menjadi Sid Vicious. Konon, nama Sid diambil dari nama tikus piaraan John. Sementara Vicious dikasih gara-gara tikus itu pernah menggigit tangan bokap John. Jadilah Sid Vicious. Pertemanan mereka berdua emang unik karena saling mengisi. John menularkan sifat humorisnya kepada Sid yang penyendiri. Sementara John jadi ketularan cool dan sedikit punya dark side. Tapi mereka berdua punya kesamaan. Dan apalagi kalo bukan narkoba. Mereka berdua pernah nenggak speed dalam suatu pesta. Eh, begitu digerebek polisi, Sid dan John malah nyerang tuh police sampe gigi depannya copot. Untuk melanjutkan hidup, mereka berdua kerja serabutan lagi. Dari kerja direstoran, toko sepatu sampe ngamen di stasiun kereta bawah tanah pun mereka lakoni. Ada yang Lucu soal ngamen di stasiun kereta. Ceritanya Sid udah siap dengan gitar, sementara John udah siap dengan biolanya. Tapi ada satu masalah. Mereka sama sekali nggak bisa memainkannya. Man, yang ada mereka cuma joget-joget sambil megang instrumen itu sambil nyanyiin sebuah lagu dari Alice Cooper berulang-ulang. Kalo cara-cara diatas masih kurang juga, Sid nggak takut ngelanggar hukum juga. Dia nekat jadi bandar narkoba walaupun dalam jumlah yang sedikit. Gilanya lagi, Sid kadang juga nekat nyari duit di bar gay. Dia kadang rela ditanggap kalo lagi mabok dan dapet duit darisana. Di saat itu Sid dan John juga punya geng yang suka nongkrong di suatu toko clothing di kawasan King’s Road. Toko yang punya nama Sex ini nantinya akan jadi titik awal masuknya Sid ke Sex Pistols. Geng Sid isinya empat orang yang menamakan dirinya Four John. Four John disini adalah karena anggotanya semua bernama John . Seperti yang sudah disebut, Sid punya nama John Simon, terus ada John Lydon, John Wardle dan John Gray. Pemilik Sex, Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood udah ngerti banget kalo keempat orang ini gila semua. Mereka benci yang namanya kemewahan dan glamoran kalangan jet set Inggris. Terus kadang mereka suka iseng ngebakar tangan mereka dengan rokok dan hal-hal menyakitkan lainnya.

Kamis, 30 April 2009

Rancid, The Reggae Influenced Punk Band



Rancid adalah sebuah band punk yang sangat kuat di influence kan oleh musik reggae. Mereka berdiri di tahun 1991 di kota Albany, California, Amerika Serikat. Rancid beranggotakan Tim Amstrong pada gitar dan vokal, Lars Frederiksen pada gitar dan vokal, Freeman pada bass dan vokal, dan drummer Branden Steineckert. Band ini didirikan oleh Tim Amstrong, Matt Freeman, dan drummer Brett Reed yang kemudian keluar di tahun 2006 dan digantikan oleh Branden Steineckert. Lars Frederiksen masuk kedalam band di tahun 1993 saat Rancid mencari gitaris kedua.

Rancid termasuk kedalam California Punk Band bersama The Offspring dan Greenday yang menghidupkan kembali ketertarikan masyarakat terhadap genre punk rock di AS pada awal 90an.

Band ini terkenal dengan hits singlenya berjudul Ruby Soho, Time Bomb, Salvation, dan Fall Back Down. Pada tahun 2007 mereka mengerjakan album dan diprediksi akan rilis di tahun 2008 oleh Hellcat Records.

Pada awalnya, Tim Amstrong dan Matt Freeman telah bermain di band ska-punk bernama Operation Ivy tahun 1987 sampai 1989. Saat Operation Ivy bubar, mereka sepakat untuk membentuk band baru yang dimulai dari sebuah hardcore punk bernama Generator. Mereka juga pernah membentuk band lain yang diinfluence kan oleh ska antara lain Downfall dan Dance Hall Crashers tetapi akhirnya bubar dengan sangat cepat. Pada tahun 1991 Tim Amstrong dan Matt Freeman merekrut drummer Brett Reed, yang kemudian membentuk sebuah band kita kenal dengan Rancid. Dan sepakat berkibar di bawah record label milik gitaris Bad Religion, Epitaph Record di tahun 1993.

Pada saat Rancid menulis album yang waktu itu sedang di follow up, Billie Joe Amstrong dari Greenday yang merupakan teman dari Rancid ikut ambil bagian dalam menulis lagu berjudul Radio. Hal ini membuatnya ikut dalam sebuah pentas live dengan Rancid. Tim Amstrong pernah menawarkan Billi Joe Amstrong untuk ikut menjadi anggota tetap Rancid tetapi dia lebih memilih untuk tetap di Greenday. Sebelumnya Tim Amstrong juga pernah mengajak Lars Frederiksen dari UK Subs untuk ikut bergabung dalam Rancid sebagai gitaris kedua tetapi dia juga menolaknya. Setelah Billie Joe Amstrong menolak untuk bergabung dengan Rancid, Lars Frederiksen akhirnya mengubah keputusannya dan akhirnya bergabung dengan Rancid sebagai gitaris kedua.

Lars Frederiksen bermain dengan Rancid pada album Let’s Go di tahun 1994. Pada tahun tersebut The Offspring sedang mengalami kesuksesan pada album mereka yaitu Smash yang kemudian mengajak Rancid untuk tour bersama dan menularkan kesuksesannya pada Rancid. Setelah kesuksesan Rancid pada Let’s Go, mereka diserbu banyak major label termasuk Maverick Records.

Mereka tetap sepakat untuk bekerja di bawah Epitaph Record, dan pada tahun berikutnya mereka telah selesai merilis album ketiga berjudul …And Out Come The Wolves. Dengan sangat cepat album baru ini telah menyaingi kesuksesan album sebelumnya yaitu Let’s Go. Tiga buah single dari album ini antara lain Roots Radicals, Time Bomb, dan Ruby Soho yang ikut ditulis oleh seorang teman bernama Taylor Ryan yang merupakan ex-drummer Stallion.

Setelah selama dua tahun tour untuk album …And Out Come The Wolves, Rancid kembali ke studio untuk merekam album keempat mereka Life Won’t Wait, yang kemudian rilis satu tahun sesudahnya. Album ini sedikit bercabang dari album sebelumnya dengan kombinasi punk rock dengan roots reggae, rockabilly, dub, hip hop, dan funk. Karena hal ini lah album ini banyak dibanding-bandingkan dengan milik The Clash berjudul Sandinistal.

Sebuah album self-titled (judul album sama dengan nama band) dirilis Rancid pada tahun 2000 pada record label milik Tim Amstrong, Hellcat Records yang merupakan divisi dari Epitaph Records. Namun album ini kurang mengalami kesuksesan ketimbang album-album sebelumnya.

Setelah gagal untuk tour di tahun 2001, Rancid kembali lagi ke studio bersama Gurewitz di tahun 2002 untuk merekam album keenam mereka berjudul Indestructible yang rilis pada tahun 19 agustus 1993 di bawah Hellcat Records . Lagu Fall Back Down termasuk di dalam album ini yang kemudian menduduki chart tertinggi dalam sejarah Rancid.

Rabu, 29 April 2009

Punk buat Cewek!

Tadinya diemohi. Sekarang digilai. Lebih edan. Lebih massal. Guys, it’s melodic punk!

Sabtu (26/3) malam lalu Tennis Indoor Senayan serasa mau pecah. Selama enggak kurang dari dua jam, tuh venue ledes digedor sama aksi Simple Plan yang atraktif. Sekitar 5.000 penonton kompak melonjak-lonjak mengikuti tingkah Pierre cs, yang memang hobi banget lelompatan di atas panggung.

Kalau diperhatikan, rata-rata penonton konser Simple Plan kemarin adalah cewek dari berbagai usia. Seperti diakui oleh Adri Soebono, promotor konser ini, mayoritas yang datang tuh seusia SMP. Dan kedatangannya pun diantar ortu masing-masing.

Hal ini jadi menarik lantaran apa yang dibuat sama Simple Plan sama sekali bukan barang baru. Enggak seperti Linkin Park yang nonjok dengan kemasan metal bersalut hip hop kental. Atau Muse, misalnya, yang sukses menggabungkan unsur rock dengan klasik, dan sedikit J-pop.

Kalau mau jujur, yang dikemas sama Pierre cs tuh enggak lebih dari pengulangan. Dari racikan yang pernah dibuat sama Green Day, sekitar 15 tahun lalu. Racikan yang isinya kord 3 jurus dari musik punk yang simpel, plus solmisasi musik pop yang melodius. Dan jelas-jelas punya "racun" yang kuat. Racikan yang akhirnya mengangkat Green Day sebagai salah satu ikon musik penting di tahun ’90-an. Racikan yang kemudian jadi cetak biru bagi sebuah sub-genre berjuluk melodic punk atau melodic core bagi sebagian orang.

Unsur pop ini enggak berhenti hanya di elemen solmisasi nada dan struktur lagu. Lebih dari itu, unsur itu juga tercermin dalam barisan lirik yang dibesut sama sebagian besar pengusung aliran ini.

Tarik mundur sedikit ke akhir ’70-an. Saat itu punk muncul sebagai antitesa dari art rock, prog-rock, serta glam rock. Maklum, ketiga aliran ini dianggap sangat elitis. Cuma bisa dimainkan dan didengar oleh mereka-mereka yang pernah mengecap sekolah. Musik, secara lebih khusus.

Nah, kaum yang kemudian disebut punk ini pengin membuktikan bahwa musik itu bisa dimainkan oleh siapa aja. Asal punya niat dan attitude, cukuplah. Maka, musik yang digeber itu enggak lebih dari 3 kord. Dimainkan dengan distorsi pol dan aksi panggung yang heboh.

Berhubung kebanyakan band ini berangkat dari kalangan menengah bawah, lirik-lirik lagunya pun sarat protes terhadap isu sosial. Isu tentang ketidakadilan, perbedaan kelas, sampai hal- hal berbau politis. Terang saja, saat itu aliran musik kayak gini diemohi banget. Jangankan oleh para ortu. Di tingkat negara pun pengusung musik ini dianggap "musuh". Antikemapanan, begitu sebutannya.

Tetapi, punk ini tumbuh subur. Peminatnya pun-punkers-makin banyak. Punk bukan lagi sebutan buat sebuah aliran musik, melainkan menjelma jadi sebuah subkultur. Band-band kayak The Ramones, The Clash, hingga The Sex Pistols banyak dijadikan inspirasi.

Hal-hal semacam itu enggak berlaku dalam kemasan punk sekarang. Sejak dipopulerkan kembali oleh Green Day, ada semacam perubahan esensi dalam musik punk. Liriknya enggak lagi bicara tentang runyamnya hubungan negara dengan rakyat. Atau masyarakat dengan individu yang hidup di dalamnya. Yang lebih jadi titik berat adalah hubungan antar-individu. Ya antar-peer- group, pacar, atau anggota keluarga. Satu topik yang umum dibicarakan dalam musik-musik mainstream (baca: pop). Enggak heran kalau belakangan, secara musikal, punk menjadi begitu ramah. Menelusup ke kuping segala lapisan masyarakat. Segala usia, kelas, dan juga jenis kelamin.

Dalam perkembangannya sekarang, pengusungnya makin jauh dari image punk zaman dulu yang cenderung eksklusif, radikal, kadang antisosial. Sebaliknya, band-band punk pasca-Green Day rata-rata punya tampang dan gaya sangat "menjual" layaknya boyband gitulah. Tetap punya kesan edgy, liar, atau nakal. Namun, sama sekali enggak sampai bikin para ortu jantungan. Setidaknya, tingkah laku mereka masih bisa ditolerir sama kalangan yang lebih tua. Asal tahu saja, selama konsernya di Jakarta, ada personel Simple Plan yang klabing sampai larut malam. Tapi, sebagian besar memilih untuk istirahat di hotel. Enggak ada yang bikin onar. Kata-kata kasar pun dijaga enggak sampai terdengar di antara para fans.)

Enggak maksa

Segambreng fakta di atas menimbulkan sebuah anggapan kalau melodic punk tuh lebih pas buat cewek.

"Anggapan kayak gitu mungkin keluar dari mulut mereka yang enggak suka melodic punk. Enggak apa-apa juga kalau mereka ngomong begitu. Tapi kalau gue pribadi, walaupun gue enggak suka jenis musik tertentu atau band apalah, gue tetap enggak akan membencinya. Kami enggak maksa kok!" tanggap Pierre, vokalis Simple Plan.

"Setiap musik pasti berkembang. Termasuk juga punk. Cuma gimana berkembangnya dan sampai mana berkembangnya, itu tergantung yang merasakan. Setiap orang kan punya rasa yang berbeda. Itu bisa dipersepsikan sebagai suatu kemajuan atau kemunduran, tergantung siapa yang mendengarnya!" lanjut cowok asal Montreal, Kanada, ini.

Yap, apa yang dibilang Pierre enggak salah. Kita memang enggak bisa menebak ke mana angin berembus. Kita pun enggak bisa menahan jalannya perubahan.

Buat band-band kayak Simple Plan, anggapan miring itu sepertinya enggak penting. Mau fans-nya cewek semua, dan dianggap "punk cewek" sekalipun, enggak jadi masalah. Toh malam itu konser mereka sukses membukukan sold out. Mereka pun sukses menjual sekitar 110.000 kopi album terbaru Still Not Getting Any, hanya di Indonesia. Sebuah prestasi yang sangat lumayan buat sebuah album nagri.

That was then and this is now. Boleh saja ada yang kesal, atau enggak terima. Berasa ideologinya "tercemar". Keyakinannya "terpolusi". Tapi kenyataan berkata lain. Saat ini punk sudah bukan hanya milik segelintir kalangan lagi. Sudah mulus terpoles zaman dan segudang kompromi industri. Lima ribu orang yang ngumpul di Tennis Indoor Senayan Sabtu malam lalu jadi salah satu bukti!

REPUBLIC OF MELODIC PUNK

Melodik Punk
Kasar tapi Romantis

Siapa bilang punk warna musiknya marah-marah melulu? Buktinya band-band melodic punk bisa kok beromantis ria, dengan kemasan musik tetap sangar, tapi enak didengar.

Hampir setiap tahun kita bakal bertemu dengan nama-nama baru di dunia musik. Sebagian dari mereka bertahan dan sebagian menghilang entah ke mana. Biasanya beberapa band yang bisa survive muncul barengan dengan menawarkan kesamaan bentuk musik pula. Lama- lama kesamaan itu mewabah, menjadi tren dan akhirnya bisa menularkan gaya mereka ke band-band lain yang belakangan muncul.

<>

Seorang teman pernah menulis kegusarannya tentang pola di atas dalam sebuah mailing list, "Zaman alternative rock, semua musik disebut alternative. Netral pun (yang musiknya lebih cenderung punk-Red) disebut alternative rock. Paling parah zaman hip-metal. Sampai-sampai Korn pun disebut hip-metal oleh sebuah majalah," begitu tulisnya.

Tulisan itu dibuat saat di mailling list sedang terjadi perdebatan soal berkembangnya kembali musik punk dalam kemasan yang lebih baru. Jangan-jangan sebuah band yang bukan punk karena sekarang lagi mewabah, eh dibilang punk juga.

Kalau sudah begini, banyak orang yang merasa lebih tahu. Mereka merasa "lebih punk" ketimbang yang lain sehingga cenderung membuat banyak batasan atau aturan, yang justru dalam konteks debat soal "punk atau bukan", malah berlawanan dengan semangat antikemapanan yang jadi "ajaran" awal punk.

Sudah enggak provokatif

Terserah, kalau memang masih mau ribut soal "punk atau bukan" sebuah band. Bisa jadi debat ini akan membuat si teman kita itu makin kesal lagi. Yang pasti, belakangan ini dunia musik memang tengah dibanjiri kemunculan band-band dengan warna musik punk yang lebih modern. Bukan hanya di luar negeri, tapi juga dari pentas musik dalam negeri.

Punk dengan kemasan "lebih trendi" ini sebenarnya juga tetap berakar dari punk. Sejalan dengan perubahan zaman, punk sebagai sebuah aliran musik pun mengalami banyak perubahan. Punk sekarang mungkin akan terdengar jauh berbeda dengan warna musik punk di awal kemunculannya. Saat The Ramones di Amrik atau Sex Pistols di Inggris menggila di akhir dekade 1970-an.

So, sah saja bila musik punk pun di tiap masanya, punya massa yang berbeda. Sesuai dengan perubahan corak musik yang muncul di dalam musik punk yang sedang in saat itu. Dengan kata lain, tiap generasi punya pahlawan punk-nya sendiri. Om kita bilang punk adalah Sex Pistols, The Ramones, atau The Clash. Kakak kita malah ngotot Bad Religion atau NOFX- lah band punk sejati. Tapi, kita juga boleh kok bilang kalau Blink 182, Rocket Rockers, atau Endank Soekamti yang lagi ngetop dengan lagu Bau Mulut-nya sebagai band-band punk juga.

Nah, band-band yang disebut belakangan dan lagu-lagunya sedang airplay di radio-radio plus MTV itulah, yang kemudian disebut sebagai band-band beraliran melodic punk. Sebuah interpretasi baru terhadap akar musik punk hingga menjadi tren sekarang ini.

Ada benang merah yang bisa ditarik dari band-band pengusung melodic punk tersebut. Dibandingkan dengan band-band dengan gaya punk lainnya, nada dan komposisi lagu-lagu dari style band-band melodic punk nyanyikan lebih tertata rapi. Musiknya juga lebih banyak akrab dan enak didengar. Kalau biasanya punk lebih terfokus untuk memprovokasi massa, atau selalu punya tujuan membangkitkan semangat dan emosi massanya, para pengusung melodic punk lebih concern kepada musik yang mereka mainkan.

Bandung (lagi)

Bandung kembali mendahului kota lain sebagai pionir dalam memproduksi grup melodic punk ini. Mungkin bisa disepakati bahwa kemunculan melodic punk diawali dengan nama Rocket Rockers. Sebuah grup melodic punk yang merilis album mereka di tahun 2002, tahun di mana belum ada band yang merilis album dan konsisten melantunkan melodic punk di Indonesia.

Tapi, kalau kita rajin main ke Bandung, embrio melodic punk ini sudah ada sejak awal 1990-an. Saat itu muncul sebuah band bernama Sendal Jepit, yang lagu-lagunya setipe dengan Bad Religion atau NOFX.

"Kami enggak bisa dibilang pionir. Karena sebelumnya sudah ada Sendal Jepit dan saya adalah fans mereka," ujar Ucay, vokalis Rocket Rockers.

Baginya hanya perbedaan nasib saja yang membuat Rocket Rockers lebih muncul ketimbang pendahulunya. Pada kenyataannya, banyak pula band seangkatan Rocket Rockers yang baru belakangan muncul albumnya, seperti The Bahamas atau Nudist Island.

Selain band-band tersebut, Ucay yang juga bekerja di sebuah majalah indie, melihat tanda-tanda lain. Yaitu, banyaknya band-band SMU saat itu yang memainkan lagu-lagu dari band-band melodic punk luar, macam Blink 182. Itu tidak hanya terjadi di Bandung. Anak-anak SMU di Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan berbagai kota kecil lainnya sering mengumandangkan lagu-lagu Blink di studio latihan mereka. Bahkan, dalam sebuah audisi di Kota Bogor untuk sebuah acara musik indie, 70 persen dari peserta audisi adalah band beraliran melodic punk.

Sampai ke Yogya

Melodic punk jadi fenomena di peta musik lokal. Mulai merambah ke arah timur pulau Jawa. Tepatnya di Yogyakarta, yang kemudian memunculkan nama macam Endank Soekamti. Sebuah band yang berisi tiga anak kelahiran tahun 1980-an dan menyebut musik mereka secara becandaan sebagai "melodic soekamti".

Dari awal terbentuknya di tahun 2000, para personel band yang namanya diambil dari nama seorang cewek dan guru favorit mereka ini sudah terkontaminasi lagu-lagunya Blink 182. Tepatnya saat mereka ber-jam session (saat itu band belum terbentuk) di sebuah acara tahun baru.

Di atas panggung mereka sepakat untuk membawakan lagu-lagunya Blink 182. Maka, akhirnya seusai manggung, mereka pun memutuskan untuk membentuk sebuah band.

"Sebenarnya di Yogya banyak banget band punk sejenis. Kita bisa menemukan mereka di sekitaran Mirota Kampus (dekat UGM-Red)," ujar Erick, vokalis sekaligus basis di grup itu.

"Kami sendiri sebenarnya menyanyikan lagu cinta, lho. Tapi, enggak ada tuh kata-kata puitis nan manis. Apa adanya saja, malah cenderung kasar. Musiknya pun kasar, sesuai dengan jiwa kami yang kasar," terang Erick sambil tertawa.

Penjelasan Erick tadi merupakan definisi dari apa yang mereka sebut sebagai "melodic soekamti". Tapi, para personel band ini malah enggak pernah mengharamkan kata cinta di lirik-lirik mereka.

"Lha, gimana lagi? Itu kata-kata yang kami pakai untuk merayu cewek-cewek. Dan enggak ada penggantinya yang sempurna," kilah sang vokalis lagi.

Dari sekadar ingin menunjukkan bahwa orang kasar seperti mereka bisa beromantis ria juga, mereka pun menemukan konsep bermusik yang mereka sukai. Sama seperti Ucay dan Rocket Rockers-nya, Erick dan kawan-kawan memilih warna musik yang disebut orang sebagai melodic punk. Malah belakangan di Yogya sudah muncul komunitas penggemar warna musik ini, dengan menyebut komunitasnya sebagai "Jogja melodic".

Jakarta pun akhirnya mengeluarkan jagoan mereka, The Superglad. Empat cowok yang punya ritual "Jumat agung" (maksudnya latihan setiap Jumat di studio musik mereka sampai pagi) ini punya karakter musik yang setipe dengan Endank Soekamti.

Pada sebuah kesempatan, Lukman sang vokalis pernah bertutur, "Kali ini, gue memang pengin beda sama band gue terdahulu (Waiting Room- Red). Gue pengin bikin nada-nada yang memang mudah diterima."

Itulah yang membuat konsep bermusik The Superglad berbeda, walaupun semua personelnya juga eks-personel Waiting Room.

Lebih terbuka

Melodic punk ini sangat terbuka dalam perkembangannya, tidak mengharamkan masuknya unsur-unsur baru dalam bermusik. Sebagai contoh, kita bisa dengar dan rasakan perbedaan di album Blink 182 terbaru (titel: Blink 182).

"Kalau sampai album baru Blink 182 itu sama seperti album yang dulu, gue bakal kecewa banget," komentar Ucay sebelum membeli album terbaru Blink 182 tersebut.

"Tapi, ternyata mereka melakukan apa yang saya inginkan," sambung Ucay sambil tertawa lega.

Ucay bisa berkata seperti itu karena dia memang sedang berpikir keras untuk album kedua Rocket Rockers. Berusaha mencari hal-hal baru untuk lagu-lagunya agar tidak stuck dengan pola lama. Masalah diakui sebagai punk atau tidak, terserah saja. Begitulah melodic punk, terbuka menerima unsur baru.

Dengan mewabahnya melodic punk secara bersamaan di hampir banyak negara di seluruh dunia, membuat tren ini semakin sulit ditahan untuk membesar. Band-band baru "pendukung" gaya yang disepakati dimulai Blink 182 ini semakin banyak saja.

Seperti The Ataris, band yang namanya cukup besar di Amrik, tapi baru masuk ke pasar Indonesia belakangan ini. The Ataris memang sempat terjegal policy label karena dianggap enggak bakal laku di pasar Indonesia. Tapi, sekarang label rekamannya "latah" merilis album band tersebut, karena band-band sealiran yang lebih dulu dirilis di Indonesia, ternyata laris manis.

Kali ini mungkin derita teman yang curhat di e-mail pada awal tulisan tadi makin menjadi. Karena dengan semakin ngetrennya melodic punk, perdebatan ala rock alternatif atau hip-metal bisa jadi akan muncul kembali. Misalnya saja yang sekarang mulai muncul adalah: apakah melodic pantas menjadi bagian dari keluarga besar punk?

Semoga saja tidak terjadi adu debat berkepanjangan soal "sah atau tidak"-nya. Yang penting adalah semua bisa survive. Kita lihat saja nanti, apakah di tahun-tahun mendatang band-band tersebut akan tetap survive atau menghilang seiring dengan kemunculan tren musik yang baru.